Saliva adalah cairan dalam rongga mulut yang
dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva besar yaitu parotis,
submandibularis, dan sublingualis, kelenjar slaiva minor, dan cairan
gingiva. (Thylstrup , 1996 dalam Sundoro).
Saliva memiliki fungsi sebagai unsur penting dalam melindungi gigi dari
organisme luar ataupun dalam yang berbahaya. Setiap makanan atau minuman yang berada
di dalam rongga mulut dapat dapat memiliki efek yang baik dan buruk. Perubahan
ini dapat berupa perubahan kondisi rongga mulut yang menjadi asam ataupun basa
(Nolte, 1982 dalam Soesilo). Perubahan ini yang dapat memicu terbentuknya
penyakit gigi dan mulut yaitu salah satunya karies gigi.
Karies gigi sendiri merupakan penyakit gigi yang
terbentuk dari beberapa faktor, yaitu host, agent, environment dan waktu. Faktor
host yaitu terdiri dari gigi dan saliva, agent yaitu mikroba yang ada di dalam
plak gigi, dan environment atau substrat yaitu karbohidrat yang dapat
diferementasikan serta peran waktu atau lamanya proses berlangsung juga mendukung
pembwntukan karies gigi (Chemiawan, dkk, 2004). Apabila salah satu faktor yang
berperan tidak memiliki andil maka proses karies dapat terhambat. Untuk itu
salah satu upaya untuk mengontrol pembentukan karies gigi dapat dengan menjaga
saliva agar menghambat proses pembentukan karies gigi. Peran lingkungan saliva
terhadap proses karies tergantung dari komposisi, viskositas, dan
mikroorganisme pada saliva (Nolte,1982 dalam Soesilo) .
Fungsi saliva saliva umunya sebagai protektif
khususnya pada proteksi akan karies gigi, perlunya mengetahui pemeriksaan
saliva yang dilakukan sebagai detektor faktor penyebab karies gigi. Pemeriksaan
yang umum dikembangkan adalah dengan kecepatan sekresi saliva, efek dapar, tes
Lactobacillus dan S.mutans (Newbur, 1989 dalam Soesilo). Berikut analisa pH
saliva, kuantitas saliva, hidrasi, dan viskositas saliva:
1. pH
saliva
pH saliva yang bersifat asam lebih
mudah menyebabkan karies sedangkan pH saliva yang bersifat basa lebih mudah
menyebabkan calculus atau karang gigi. Pembentukan karies gigi terjadi ketika proses fermentasi, bakteri akan
mengubah gula dan karbohidrat yang dimakan menjadi asam. Asam yang diproduksi
dari proses fermentasi berupa plak akan menyebabkan turunnya pH saliva yang
dapat merusak mineral pada permukaan luar email gigi hilangnya mineral dari
struktur gigi dinamakan demineralisasi lebih besar dari pada proses
remineralisasi (Ramadhan, 2010). Penurunan pH saliva
yang terjadi berulang kali dalam waktu tertentu dapat memicu proses demineralisasi
gigi (Wiranata, 2017). pH
saliva asam dalam rongga mulut harus kembali normal dengan kemampuan saliva
sebagai buffer agar proses remineralisasi gigi tidak terbentuk. Seperti dalam
penelitian yang dilakukan oleh (Suryadinata, 2012) orang yang memiliki karies
memiliki kadar bikarbonat yang rendah daripada orang dengan tanpa karies gigi.
Kadar bikarbonat sebagai buffer untuk
mengembalikan pH saliva normal. Untuk mengatasi pH saliva asam agar kembali
normal dapat dilakukan cara yaitu berkumur setelah makan, makan-makanan yang
mengandung serat sehingga proses cleansing yang dilakukan oleh saliva dapat
berjalan maksimal. Faktor yang mempengaruhi pH saliva yaitu irama siang dan
malam, diet makanan, dan perangsangan kecepatan saliva
2. Kuantitas
Saliva
Saliva terdiri
dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental. Laju aliran saliva
mempengaruhi kuantitas saliva yang dihasilkan. Laju aliran saliva tidak
terstimulasi dan kualitas saliva sangat dipengaruhi oleh waktu dan berubah
sepanjang hari. Terdapat peningkatan laju aliran saliva saat bangun tidur
hingga mencapai tingkat maksimal pada siang hari, serta menurun drastis ketika
tidur. Refleks saliva terstimulasi melalui pengunyahan atau adanya makanan,
asam dapat meningkatkan laju aliran saliva hingga 10 kali lipat atau lebih.
Ketika saliva distimulasi, laju aliran saliva meningkat hingga mencapai 1,5-2,5
ml/menit. Pasien disebut xerostomia jika saat terstimulasi laju aliran saliva
kurang dari 0,7 ml/menit. Kuantitas saliva yang baik dapat meningkatkan
cleansing dalam rongga mulut untuk mencegah dalam proses pembentukan karies
gigi. Semakin tingi laju aliran saliva maka semakin tinggi kuantitas saliva dan
semakin maksimal pula proses cleansing dalam rongga mulut untuk menghambat
pembentukan karies gigi.
3. Hidrasi
Saliva
Hidrasi saliva yang normal adalah ketika saliva ketika saliva yang keluar < 60 detik dan hidrasi saliva rendah lebih dari 60 detik. Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan aliran saliva saat terstimulasi adalah asal stimulus, pengunyahan, muntah, merokok, ukuran kelenjar saliva, indera penciuman dan pengecapan, asupan makanan, faktor emosi-psikis, dan usia. Hidrasi saliva yang rendah bisa menyebabkan penurunan produksi saliva didalam mulut sehingga akan mengakibatkan mukosa oral kering, kasar dan lengket, mudah berdarah dan mudah terjadi infeksi. Lidah menjadi merah, halus, lemah, hipersensitif terhadap iritasi serta kehilangan ketajaman pengecapan. Akan terdapat akumulasi plak, material alba dan debris yang parah sehingga akan menimbulkan penyakit karies (Fitriana, 2015).
4. Viskositas
saliva
Viskositas saliva adalah keadaan
kekentalan saliva. Viskositas saliva rendah ketika saliva seperti air jernih,
saliva yang viskositas sedang saliva berbusa dan bergelembung, dan saliva yang
mmeiliki viskositas tinggi yaitu saliva yang lengket dan bergelembung. Karies
dapat dipengaruhi oleh viskositas saliva yaitu konsistensi saliva ketika
istirahat atau keadaan saliva. Dari skor tersebut menunjukkan bahwa semakin
tinggi viskositas saliva seseorang maka semakin tinggi pula resiko terjadinya
karies pada gigi (Fitriana, 2015). Hal ini disebabkan karena saliva yang kental
atau berkategori tinggi memiliki kemampuan self cleansing yang tidak maksimal
dibandingkan dengan saliva encer atau jernih yang memiliki kemampuan self
cleansing yang maksimal pada gigi. Self cleansing dapat mempengaruhi
pembentukan plak gigi dalam pembentukan proses karies gigi.
Daftar Pustaka
Fitriana, R. (2015) ‘Penyebab Tingginya Karies Gigi Pada Wanita Usia 15 – 44 Tahun Di Desa Gondosari Wilayah Kerja Puskesmas Gondosari Kabupaten Kudus’, Jurnal Kesehatan Gigi, 2(01), pp. 38–46. Available at: http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jkg/article/view/1146.
Soesilo, D., Santoso, R. E. and
Diyatri, I. (2006) ‘Peranan sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva
pada proses pencegahan karies (The role of sorbitol in maintaining saliva’s pH
to prevent caries process)’, Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi),
38(1), p. 25. doi: 10.20473/j.djmkg.v38.i1.p25-28.
Sundoro, E. H. (2000) ‘Pemanfaatan
Saliva dalam Mendeteksi Faktor - Faktor Resiko Terhadap Karies’, Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 7(Edisi Khusus), pp. 430–434.
file:///C:/Users/dell/Downloads/karies/d1f0c5caa757f204ac1fdf45fc88f9d1.pdf. Diakses 16 September 2020. Pukul
15:05
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/762/4/4.%20CHAPTER%202.pdf. Diakses 16 September 2020. Pukul 20:15
http://repository.unimus.ac.id/1330/3/BAB%20II.pdf Diakses 15 September 2020. Pukul
20:25
http://eprints.undip.ac.id/43727/4/Annisa_Rizqi_G2A009172_Bab2.pdf.
Diakses 16 September 2020. Pukul 14:25
Bahan
Ajar Preventive Dentistry tahun 2018/2019 Jurusan Keperawatan Gigi
Sangat bermanfaat 👍
ReplyDeleteTerima kasih infonya👍
ReplyDelete